Gula Sawit Sumber Ekonomi Baru

Gula merah bisa dihasilkan dari batang kelapa sawit dan pembuatannya sangat sederhana serta hasilnya bernilai ekonomi tinggi. Bagi petani sawit yang mau menambah pendapatan, inovasi ini menjadi sumber ekonomi baru dan hasilnya sangat besar.

Hal tersebut disampaikan Kabid Pengolahan dan Pemasaran Perkebunan Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Aceh, Azanuddin Kurnia, kepada Serambi, di ruang kerjanya, beberapa hari lalu. Menurutnya, hal tersebut bisa dilaksanakan dengan program replanting (peremajaan) sawit rakyat.

Seperti yang telah diketahui bahwa tahun ini Aceh mendapat kuota dana replanting sawit 12.258 hektare (Ha) di tujuh kabupaten, yaitu Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Singkil, Aceh Utara, Aceh Timur, dan Aceh Tamiang. Bapak Azanuddin juga mengatakan bahwa dalam program replanting ini, selain mengganti tanaman tua dan tanaman muda yang produksi tandan buah segar (TBS)-nya di bawah 10 ton Ha/tahun dan yang berasal dari bibit ilegal, untuk Aceh kita akan arahkan pada beberapa inovasi kegiatan.

Satu buah batang sawit yang berumur di atas 15 tahun, dapat menghasilkan nira 3-15 liter per 24 jam dan mampu mengeluarkan nira antara 2-3 bulan. Hal ini tergantung pada umur tanaman, kondisi batang yang sehat, dan lokasi batang sawit tersebut ditanam. Bapak Azanuddin juga mengatakan bahwa bila rata-rata lima liter per 24 jam selama dua bulan, per batang sawit akan menghasilkan nira sebanyak 300 liter.

Dari 300 liter nira, dapat menghasilkan gula merah 60 kilogram (Kg) atau sekitar 20 persen dari nira yang ada. Harga jual gula merah di pasaran Medan Rp 15.000-20.000 per Kg. Bila dirata-ratakan Rp 10.000 per Kg, selama dua bulan (60 hari) bisa menghasilkan Rp 600.000 per batang kelapa sawit. Jika dikalikan 100 batang (100 batang rata-rata per hektare), maka dalam dua bulan petani sudah bisa mendapat uang Rp 60 juta.

Oleh karena itu, pemanfaatan batang kelapa sawit menjadi gula merah merupakan sumber ekonomi alternatif baru bagi petani sawit yang ingin menambah pemasukan dan hasilnya sangat besar.

Salah satu bagian dari tanaman kelapa sawit yang dapat menghasilkan gula merah dari batang sawit yang sudah ditebang. Inovasi itu, selanjutnya, dilakukan dalam beberapa tahapan. Pertama,  setelah tanaman sawit ditebang, batangnya yang sudah tumbang dimanfaatkan nira sebagai bahan baku untuk pembuatan gula merah.

Kegiatan selanjutnya setelah 2-3 bulan,  batang sawit yang sudah diambil niranya dicincang untuk pembuatan pupuk kompos. Langkah itu, bisa mengurangi biaya produksi petani untuk membeli pupuk, baik kimia maupun pupuk organik. Selain itu juga bisa dibuat untuk pelet dan lainnya dari limbah sawit.

Kegiatan keempat adalah lahan yang sudah bersih, akan dimanfaatkan untuk tumpang sari pajale (padi, jagung, dan kedelai) yang juga akan mendapat bantuan dari Ditjen Tanaman Pangan Kementan RI. Dengan demikian, lahan replanting tanaman sawit tersebut bisa menambah luas tambah tanam (LTT).

Kegiatan terakhir adalah semua petani yang mengajukan dan mendapat program replanting ini akan diikutkan dalam program ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil atau Pembangunan Sawit Berkelanjutan). Berdasarkan Permentan Nomor 11 Tahun 2015 tentang Sistem Sertifikasi Kepala Sawit, ISPO diwajibkan bagi perusahaan, sedangkan bagi petani bersifat sukarela.

Adapun daerah yang telah menerapkannya adalah di Desa Alue Leuhoop, Kecamatan Cot Girek Aceh Utara. Sedangkan hasil yang di dapat sekitar 16 liter per 24 jam, dan harga jual di pasar Lhoksukon, Aceh Utara, mencapai Rp 17.000 per Kg.

Bapak Azanuddin juga berharap dengan dana otsus yang ada akan melaksanakan pelatihan cara pembuatan gula merah dari batang sawit kepada petani sawit yang mendapat program replanting.

 

Editor    : Bakri

Sumber : serambinews.com